BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dewasa ini, negara sedang mengalami krisis pangan,
dan energi atau yang disebut dengan krisis 3F (Food, Feed dan Fuel
crisis). Hal ini terjadi karena permintaan terhadap ketiga komoditi
tersebut terus meningkat, sementara produksi bahan baku stagnan, bahkan
cenderung semakin berkurang.
Meningkatnya pendapatan
masyarakat di negara-negara yang selama ini ekonominya tertinggal, menyebabkan
permintaan akan jumlah dan kualitas pangan yang semakin meningkat serta
memerlukan energi yang lebih banyak untuk industri yang dapat memenuhi
permintaan tersebut. Akibat yang bisa dilihat adalah naiknya harga bahan pangan
dan energi yang terjadi diseluruh negara di dunia.
Meningkatnya jumlah
penduduk dan pendapatan masyarakat Indonesia mendorong pertumbuhan industri
peternakan di Indonesia seperti terlihat dari peningkatan konsumsi produk
peternakan (daging, susu dan telur). Dengan demikian, jumlah pakan yang di
produksi juga terus bertambah.
Salah satu cara yang
dapat dilakukan untuk mencukupi bahan pakan di dalam negeri adalah dengan
memanfaatkan bahan pakan lokal yang jumlahnya banyak tersedia, namun belum
banyak dimanfaatkan sebagai pakan.
Di Indonesia, industri
sawit (mulai dari perkebunan hingga pengolahan hasilnya) cukup berkembang
beberapa tahun terakhir. Industri sawit merupakan sumber pakan yang potensil
yang belum banyak dimanfaatkan dalam industri peternakan.
Selain itu, minyak
sawit atau CPO yang bisa digunakan sebagai sumber energi dalam pakan, produk
ikutan seperti pelepah dan daun, lumpur sawit atau solid decanter,
bungkil inti sawit, janjang kosong dan serabut sisa perasan buah sawit dapat
digunakan sebagai bahan pakan untuk ternak ruminan dan atau non-ruminan.
Semua bahan-bahan
tersebut mempunyai faktor pembatas bila digunakan secara langsung di dalam
ransum ternak. Akan tetapi, beberapa teknologi yang merupakan hasil penelitian
di Indonesia maupun di luar negeri dapat mengurangi kendala tersebut sehingga
bahan-bahan tersebut dapat digunakan.
1.2
Tujuan Penulisan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk:
1.
Memberikan suatu
gagasan untuk mengatasi kekurangan pakan yang terjadi karena meningkatnya
kebutuhan masyarakat.
2.
Mendorong
pertumbuhan industri peternakan di Indonesia seperti terlihat dari peningkatan
konsumsi produk peternakan (daging, susu dan telur).
3.
Mengetahui
teknologi yang dapat menghasilkan pakan ternak yang berasal dari pelepah kelapa
sawit.
1.3
Manfaat Penulisan
Dengan adanya gagasan ini diharapkan:
1.
Mengatasi
keterbatasan rendahnya kualitas bahan pakan dengan pengembangan teknologi
pengolahan pakan.
2.
mampu
menyediakan bahan pakan secara continue sepanjang tahun dengan harga murah.
3.
Menjamin tidak
terjadi fluktrasi harga bahan pakan mencolok.
4.
Kualitas ransum
stabil sepanjang waktu karena ragam bahan pakan yang digunakan tersedia.
BAB II
PEMBAHASAN
Pelepah kelapa sawit (Oil Palm Fronds) selama ini kurang
memberikan manfaat bagi petani. Batangnya yang keras dengan daun berduri, kerap
dibuang setelah buah kelapa sawit telah cukup umur dan harus dipanen. Untuk
itu diperlukan teknologi pengolahan pakan dalam hal ini pengolahan secara fisik
sehingga daun dan pelepah bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak. Pemanfaatan pelepah dan daun kelapa sawit sebagai
pakan ternak diharapkan dapat membantu mengatasi masalah ketersediaan pakan
terutama pada musim kemarau, serta produktifitas ternak.
Di Indonesia, tanaman kelapa sawit (Elaeis
guineensis Jacq) telah dikenal sejak tahun 1848 yang pertama kali ditanam
di kebun Raya Bogor (Corley, 2003), sementara pengembangannya sebagai penghasil
minyak kelapa sawit yang sangat dibutuhkan umat manusia dimulai pada tahun
1911. Laju pertumbuhan luas tanam kelapa sawit setiap tahunnya di Indonesia
mencapai 12,6% (Liwang, 2003). Diperkirakan luas tanam kelapa sawit, khususnya
perkebunan swasta dan perorangan akan terus bertambah dan hingga saat ini
(2011) luas tanam telah mencapai 8,1 juta Ha serta menduduki urutan pertama
dunia dalam luas tanam.
Sebagai konsekuensi makin meningkatnya luas tanam
kelapa sawit, adalah makin meningkatnya pula produk samping tanaman dan hasil
ikutan pengolahan buah kelapa dan inti sawit yang sedikit banyak akan
menimbulkan problem baru dan perlu diantisipasi. Salah satu cara pemecahannya
adalah dengan memanfaatkan ternak (Corley, 2003), khususnya ternak ruminansia
sebagai pabrik biologis yang dapat memanfaatkan biomasa produk samping industri
tersebut sebagai bahan baku pakan, sekaligus dapat dijadikan media penyedia
bahan baku pupuk organik.
Daun
sawit (Palm oil leaf) mengandung protein kasar 14,8%, lignin 27,6% dan
kecernaan invitro kurang dari 50%, temasuk kualitas biologis medium. Oleh
sebaiknya diberi perlakuan lebih dulu. Hasil penelitian Purba et al (1997),
menunjukkan pelepah daun sawit dapat menggantikan rumput sampai 80% tanpa
mengurangi laju pertumbuhan bobot badan ternak.
mengubah
pelepah sawit menjadi pakan ternak bisa dilakukan dengan menerapkan teknologi
alat pengolah pelepah sawit atau disebut chopper. Bila dioperasikan selama 8
jam sehari,satu alat mampu menghasilkan 32 ton tiap harinya. Dalam
pengoperasiannya, chopper dibantu dengan mesin diesel atau sejenisnya dengan
kekuatan 4-6 PK. Hadirnya teknologi alat pengolah pelepah sawit ini tentu saja
menguntungkan petani. Penggunaan pakan dari pelepah kelapa sawit dinilai lebih
ekonomis. Peternak tidak harus mendatangkan rumput atau memelihara rumput
sebelum bisa digunakan untuk pakan. Pelepah dapat terus diperoleh saat panen
buah kelapa sawit setiap harinya.
Namun
demikian, pelepah kelapa sawit saja tanpa tambahan pakan lain tidak cukup untuk
menjadi makanan pokok ternak sapi. Sapi bisa kekurangan nutrien, baik untuk
keperluan hidup pokok maupun produksi. Sapi bisa diberi pakan pelepah kelapa
sawit, hanya saja nutrisinya kurang. Protein pelepah kelapa sawit ini hanya
sebesar 3 persen.
Sehingga,
jika sapi diberi pelepah harus diberikan pakan tambahan. Seperti bungkil inti
sawit (BIS). BIS merupakan salah satu hasil samping pengolahan inti sawit
dengan kadar 45-46 persen dari inti sawit. Dengan komposisi gizi serta produksi
yang relatif banyak, BIS berpotensi sebagai bahan pakan untuk ternak. Sayangnya
tidak semua pabrik mengolah bungkil inti sawit, sehingga perlu peran serta
pabrik untuk ikut mengolahnya.
Integrasi perkebunan
sawit dengan peternakan sapi inipun memungkinkan pelepah sawit menjadi pakan
ternak. Pelepah sawit dipotong-potong dan dimasukkan ke dalam mesin pengaduk
bersama dengan bungkil sawit dan tetes tebu untuk menjadi pakan ternak. Bungkil sawit ini merupakan pengganti kedelai
yang umumnya digunakan untuk membuat pakan sapi yang konvensional.
Tabel 1. Kandungan
protein dan asam amino konsentrat protein - BIS, bungkil inti sawit (BIS) dan
bungkil kedelai*
Peubah
|
Konsentrat
Protein – BIS (%)
|
BIS
(%)
|
Bungkil
Kedelai
(%)
|
Protein Kasar
|
45,6
|
16,8
|
46,6
|
Total Asam Amino
|
33,4 (73,3)**
|
12,6 (75,1)
|
40,4 (86,8)
|
Asam Amino Esensial
|
16,8 (36,8)
|
6,0 (35,8)
|
21,2 (45,5)
|
Asam Amino Non Esensial
|
16,6 (36,5)
|
6,6 (39,3)
|
19,2 (41,2)
|
Non Protein Nitrogen (NPN)***
|
12,2 (26,7)
|
4,2 (24,9)
|
6,2 (13,2)
|
*
Disitir dari Yatno et al. (2008); ** Angka dalam kurung menyatakan %
terhadap kadar protein; *** NPN merupakan selisih kadar protein dan kadar total
asam amino
Sapi yang memakan pakan
yang mengandung 80%-90% limbah kelapa sawit ini akan membuang kotoran keesokan
harinya. Kotoran sapi ini yang menjadi kompos untuk pohon kelapa sawit. Jadi, lebih ramah lingkungan dan lebih cepat.
Dari pelepah menjadi kompos hanya butuh waktu satu malam.
Pelepah kelapa sawit
dpat diberikan dalam bentuk segar atau diproses menjadi silase. Hasil
Penelitian menunjukan penggunaan pelepah sawit dalam bentuk silase pada sapi
sebanyak 50% dari total pakan dapat menghasilkan pertambahan bobot badan harian
berkisar 0,62-0,75 kg dengan nilai konversi pakan antara 9 - 10.
Fermentasi pelepah
kelapa sawit menjadi silase ditujukan preservasi dan konsentrat, pengaruhnya
terhadap nilai gizi bahan relatif kecil, Adapun untuk meningkatkan kandungan
gisi dalam proses fermentasi dapat ditambahkan urea. Penambahan urea sebanyak
3-6% akan meningkatkan kandungan protein bahan dari 5,6 menjadi 12,5 atau 20%.
Untuk pakan sapi, dapat
menghemat sekitar Rp 1.800-2.800 per kilogram. Pasalnya, pakan konvensional
harganya sekitar Rp 3.000-4.000 per kilogram, sementara pakan yang diolah dari
limbah kelapa sawit hanya Ro 1.200 per kilogram. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kementerian Pertanian (Litbang Pertanian) pun tengah meneliti
manfaat integrasi perkebunan kelapa sawit dan peternakan sapi ini.
Penelitian di Australia (Davison et al.,
1994) menunjukkan bahwa penggantian sekitar separuh konsentrat (campuran 90%
barley dan 10% bungkil kapas) sapi perah tidak mengganggu produksi susu, bahkan
meningkatkan kadar lemak susu, seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Performan
sapi perah dengan pemberian bungkil inti sawit
sebagai
penganti konsentrat
Parameter
|
5 kg
Konsentrat (K)
|
4
kg K +
1 kg BIS
|
3
kg K +
2 kg BIS
|
2
kg K +
3 kg BIS
|
Prod. Susu
kg/ekor/hari
|
20,4
|
20,9
|
20,6
|
20,1
|
Lemak
susu, %
|
3,28
|
3,64
|
3,96
|
3,99
|
Protein
susu, %
|
3,16
|
3,21
|
3,28
|
3,18
|
Konsumsi
konsentrat
(kg/ekor/hari)
|
5,0
|
5,0
|
5,0
|
4,8
|
Sumber: Davison
et al. (1994)
Dari uraian di atas,
terlihat bahwa hampir seluruh produk samping tanaman dan olahan kelapa sawit
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan, khususnya untuk ternak ruminansia.
Nampaknya pemanfaatan produk samping tanaman dan hasil ikutan pengolahan buah
kelapa sawit kurang baik untuk dapat dipergunakan secara tunggal. Kelemahan
salah satu produk samping dapat dilengkapi dengan menyertakan kelebihan produk
samping lainnya. Dengan perkataan lain, pemberian pakan yang berbasis produk
samping industri kelapa sawit dapat diandalkan sebagai sumber utama pakan sapi
potong. Uji biologis pakan yang tersusun dari imbangan campuran produk samping
kelapa sawit pada ternak sapi, telah dilakukan Mathius et al. (2004b).
Cara
Pembuatan Pelepah Segar Kelapa Sawit sebagai berikut :
1. Pelepah
kelapa sawit di kupas baik manual maupun menggunakan mesin, kemudian di cacah
sesuai dengan jenis ternak.
2. Pelepah
kelapa sawit dapat dicampur dengan bahan pakan lain seperti gula tetes/molases,
dedak dan lain-lain .
Cara
Pembuatan Silase Pelepah Kelapa Sawit sebagai berikut :
1.
Pelepah kelapa
sawit dikupas secara manual
2.
Daging pelepah
dicacah diameter cacahan 2-4 cm
3.
Cacahan pelepah
segar (300-400 kg) diperciki secara merata dengan larutan urea (3-4 kg urea/100
liter air).
4.
Cacahan
dimasukkan ke dalam drum
5.
Dipadatkan dan
ditutup rapat untuk menghasilkan kondisi tanpa udara
6.
Dbiarkan selama
2-3 minggu dan siap diberikan kepada ternak sebagai pakan dasar
MESIN
PENCACAH PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT
Spesifikasi Mesin
Berat Mesin : 165 Kg
Panjang Mesin : 120 Cm
Lebar Mesin : 62 Cm
Tinggi Mesin : 102 Cm
Mata Pisau Potong : 6 buah
Mata Pisau Pencacah : 15 buah
Kipas Pendorong : 3 buah
Kapasitas Produksi : ± 300 kg/jam
Mesin Penggerak
Model : SX 175
Oli Mesin : SAE 40 (2 liter)
Bahan Bakar Mesin : Solar
MAX. HP : 7,2 HP
Net weight : 60 kg
Mesin : Sumo Diesel Engine Co. Ltd
Mesin ini dilengkapi 4 (empat) roda sehingga memudahkan mobilisasi.
Oli Mesin : SAE 40 (2 liter)
Bahan Bakar Mesin : Solar
MAX. HP : 7,2 HP
Net weight : 60 kg
Mesin : Sumo Diesel Engine Co. Ltd
Mesin ini dilengkapi 4 (empat) roda sehingga memudahkan mobilisasi.
SOLID
·
Definisi
Limbah
padat hasil samping prosesing pengolahan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit
menjadi minyak mentah kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) bentuk dan
konsistensinya seperti ampas tahu namun berwarna coklat gelap, berbau asam-asam
manis, masih mengandung minyak CPO sekitar 1,5%. Limbah tersebut merupakan
limbah pabrik pengolahan kelapa sawit. Solid dalam bahasa Jawa disebut “Blondho
Sawit”. Tujuan pemanfaatan solid adalah untuk mengatasi masalah ketersediaan
pakan terutama pada saat musim kemarau.
·
Hasil
pemeriksaan laboratorium solid memiliki kandungan:
Bahan
kering 81,56%,
Protein
kasar 12,63%,
Serat
kasar 9,98%,
Lemak
kasar 7,12 %,
Kalsium
0,03%,
Fosfor
0,003%,
Energi
154 kal/100 gr.
·
Keunggulan:
Pemberian solid
mampu meningkatkan pertambahan bobot badan harian (PBBH) ternak secara nyata
dibandingkan yang tidak diberi solid.
·
Kelemahan:
Kelemahan solid
untuk pakan adalah tidak tahan lama disimpan, karena solid mengadung 1,50% CPO
sehingga mudah menjadi tengik bila dibiarkan ditempat terbuka serta mudah
ditumbuhi kapang yang bewarna keputihan (kapang tidak berpotogen).
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pelepah kelapa
sawit bisa menggantikan rumput hingga 80% tanpa mengurangi laju pertumbuhan
bobot ternak. Ada beberapa macam teknologi untuk menjadikan pelepah sawit
sebagai pakan ternak.
Kandungan zat gizi ternak dari daun kelapa sawit cukup lumayan, antara lain mengandung protein kasar 14,8% ligin 27,6% dan kecernaan invitro kurang dari 50%. Daun sawit memiliki keambaan , daya serap air dan kelarutan yang lebih tinggi. Nilai keambaan yang tinggi merupakan karakteristik berserat tinggi.
Kandungan zat gizi ternak dari daun kelapa sawit cukup lumayan, antara lain mengandung protein kasar 14,8% ligin 27,6% dan kecernaan invitro kurang dari 50%. Daun sawit memiliki keambaan , daya serap air dan kelarutan yang lebih tinggi. Nilai keambaan yang tinggi merupakan karakteristik berserat tinggi.
Saran
Untuk mendukung
tujuan dari gagasan ini diperlukan kerjasama dari peternak dan petani kelapa
sawit untuk bekerjasama dalam menguntungkan satu sama lain. Juga perlu dukungan
dari pemerintah.
DAFTAR
PUSTAKA
7 Februari 2015 pukul 06.50
http://peternakan.litbang.pertanian.go.id/